Bermain itu pekerjaan anak kecil.
Begitu kata orang-orang. Tapi, sepertinya itu tidak berlaku untuk kita. Lihat
saja, akhir minggu kemarin kita pergi ke kota tetangga dan tidak menemukan sesuatu
yang menarik disana. Akhirnya, kita justru berakhir di tempat bermain
anak-anak, menghabiskan waktu bermain ayunan.
Kita sudah cukup jauh berkeliling
waktu itu. Hari sudah sore dan kita tak sempat lagi pergi ke museum. Pertokoan
bukan pilihan karena kita bukan tipe pembelanja. Berjalan dari pusat kota
ke arah gereja, kita melewati tanah lapang yang cukup luas. Di ujungnya ada
tempat bermain anak-anak, lengkap dengan jungkat-jungkit, panjat-panjatan dan
ayunan.
Baru beberapa waktu yang lalu aku bilang
aku ingin naik ayunan. Katamu di kota kita tidak ada ayunan untuk orang dewasa,
tapi kau pernah lihat ada perosotan yang cukup besar dan sepertinya sangat
menarik untuk dicoba. Kita belum sempat kesana.
Dari jauh kita melihat tiga pasang
ayunan itu. Sebelah kanan dan kiri sudah terokupasi oleh remaja-remaja
tanggung. Di ayunan sebelah kiri sepertinya remaja-remaja usia SMA, sementara
di ayunan sebelah kanan ada gerombolan gadis-gadis usia SD tahun terakhir. Dua
orang bermain ayunan, sementara yang lain duduk di tanah.
Kau menyuruhku berlari ke sepasang
ayunan yang di tengah. “Sebelum keduluan orang lain,” katamu waktu itu.
Dan disanalah kita, bermain ayunan
sambil mengingat-ingat kapan terakhir kali melakukan hal yang sama. Ada
cerita-cerita tentang masa kecil dulu yang sekarang jadi terdengar lucu.
Sambil bicara kau mengayun
tinggi-tinggi sementara irama ayunanku begitu santai. Udara sudah mulai dingin,
tapi kita masih saja bermain. Untung di musim semi seperti ini matahari baru
tenggelam pukul delapan.
Lalu entah karena kau gemas
melihatku yang terlalu memanjakan adrenalin, kau menawarkan diri mendorongku.
Aku menolak. Aku tahu kau akan mendorongku sekuat tenaga dan aku
sungguh-sungguh tidak suka. Tapi kau berkeras. Kau meloncat dari ayunanmu dan
mulai mendorongku. Ayunanku naik lebih tinggi. Kau mendorongku lagi dan
ayunanku semakin kencang. Dengan ribut aku memintamu berhenti.
Kau tertawa-tawa sambil mengejekku
penakut. Tapi aku tidak peduli.
Kalau saat itu hari tidak berubah
gelap, kita mungkin masih akan duduk di sepasang ayunan itu. Atau kalau saat itu aku tidak mengeluh lapar, kita
mungkin akan mencoba permainan lain. Tapi bahkan anak kecilpun tidak
menghabiskan waktunya hanya dengan mainan.
Biarpun begitu, menurutku George Bernard Shaw pasti bangga pada kita, karena kita tahu pasti apa arti kalimatnya yang terkenal itu.
Biarpun begitu, menurutku George Bernard Shaw pasti bangga pada kita, karena kita tahu pasti apa arti kalimatnya yang terkenal itu.
"We don't stop playing because we grow old;
we grow old because we stop playing."
P.s. Ketika bermain ayunan itu aku
menanyaimu apakah kau membaca atau menonton The Fault in Our Stars. Kau bilang
tidak. Seandainya iya, kau pasti tahu Hazel Green dan Augustus Waters juga suka
bermain ayunan. Oh, bahkan di film versi terbaru, di taman rahasia, Pangeran juga mendorong
Cinderella yang duduk di ayunan. Sepertinya George Bernard Shaw juga akan
bangga pada mereka.
No comments:
Post a Comment