18 Feb 2016

Surat #9: Untuk Bunga-Bunga Anggrek Ibu

Rasanya selalu menyenangkan melihat kalian berbunga: ungu, kuning, putih, hijau, polos, bergaris, besar, kecil. Beberapa dari kalian Ibu taruh di dekat jendela, jadi aku bisa melihat kalian dari ruang tamu, juga dari tempat tidurku di kamar lantai atas. Beberapa yang lain dijajarkan rapi di taman kecil depan rumah kami, bersama pot-pot kamboja jepang dan euphorbia.

Melihat kalian sering sekali berbunga, Ibu pasti merawat kalian dengan baik. Tahukah kalian, merawat kalian adalah kesukaan Ibu? Bersama kalian, Ibu sering sekali lupa waktu. 

Jadi, bagaimana rasanya dirawat oleh perempuan paling penyayang?

Oh, bukan berarti aku tidak tahu jawabannya. Bagaimanapun, kita sama-sama tumbuh karena sentuhan tangan yang sama. Salah satu Saudara jauh kami sering bilang Ibu bertangan dingin. Menurut dia semua tanaman yang dirawat Ibu pasti tumbuh dengan baik. Jangankan kalian, bahkan deretan bawang merah, kangkung dan cabe di taman atap juga berhasil Ibu besarkan. 

Kalian tahu, salah satu kenangan terbaik dengan Ibu adalah saat-saat kami menantikan pohon apel, jambu dan sawo yang ia tanam dalam pot berbuah. Di saat aku sudah tidak sabar memetik buah-buah itu, Ibu mengajar aku menunggu. Beliau bilang hasil ketidaksabaran hanyalah sesuatu yang, walaupun bisa didapat, tapi tidak bisa dinikmati. Jadi aku menunggu, menunggu, dan menunggu, sampai Ibu bilang sudah waktunya buah-buah itu dipanen. 

Ibu memang salah satu perempuan paling sabar yang pernah aku kenal. Tidak hanya dengan Bapak, aku dan kakak-kakak. Tapi juga dengan murid-muridnya. Termasuk dengan anggrek-anggrek kesayangannya. Misalnya begini, kami bukan keluarga kaya yang bisa membeli anggrek berharga ratusan ribu. Jadi Ibu memilih memelihara kalian dari bibit, sampai kalian bisa keluar dari botol, dipindahkan ke pot kecil, tumbuh, dipindahkan ke pot besar dan kemudian berbunga. Entah ketelatenan level berapa yang Ibu miliki sebagai seorang perempuan.

Dari kalian juga, Ibu banyak mengajarkan aku tentang menjadi perempuan sederhana namun berkelas. Menurut Ibu, anggrek itu tidak neko-neko, tapi dia tidak mudah didapat dan dirawat. Itulah kenapa harganya mahal. Anggrek bukan bunga murahan, walaupun dia tidak perlu menghias dirinya dengan warna-warna menyala untuk bisa jadi elegan. Dia juga tidak perlu memiliki aroma yang kuat agar orang-orang terpikat. Di mata Ibu, anggrek memiliki kecantikan yang tenang, misterius tapi menarik.

Kesederhanaan perempuan adalah kekuatan yang tidak terbantahkan, begitu kata Ibu.

Sungguh kalian adalah makhluk-makhluk beruntung. Kalian masih bisa bertemu Ibu setiap hari, sementara aku harus menunggu sampai hari libur tiba. Pasti setiap sore, kalian masih sering bercakap-cakap dengan Ibu kan? Apakah Ibu sering bercerita tentang aku? Aku bisa menebak, pasti Ibu akan bercerita lagi tentang kenakalan masa kecilku yang sering mencuri bunga untuk bermain putri-putrian. Atau tentang kakakku yang juga menanam anggrek seperti Ibu tapi anggreknya jarang sekali berbunga. Pasti menyenangkan melewatkan sore bersama Ibu, juga Bapak, mengenang peristiwa yang sudah lewat.

Jadi, sore ini, jika Ibu sedang bersama kalian, tolong sampaikan ya, aku rindu Ibu. Rindu sekali.


No comments:

Post a Comment