30 May 2015

Maybe It's The Way You Do The Things That You Do

Maybe it's the way you cup your hands to protect a little bird. Maybe it's the way you laugh at my random logic. Maybe it's the way you look passionate when you talk about your favourite sports. Maybe it's the way you sleep during our tiresome journeys. Maybe it's the way you open the door and offer hospitality. Maybe it's the way you show your fear of failure. Maybe it's the way you look disappointed after reading online newspapers. Maybe it's the way you compliment the taste of my cookings. Maybe it's the way you be stubborn on keeping your well planned daily schedule. Maybe it's the way you call me every five minutes when I am late. Maybe it's the way you be so spontaneous when it comes to adventures. Maybe it's the way you study so hard that you decide not to sleep.

Maybe it's the way you embrace competitions and even defeats. Maybe it's the way you teach me to jump and catch a frisbee. Maybe it's the way you argue with me every time you think I don't make any sense. Maybe it's the way you sometimes be so quiet in the middle of the crowd. Maybe it's the way you run to catch the bus or train. Maybe it's the way you make me a cup of hot red bush tea. Maybe it's the way you look pretty prideful to say what you actually want. Maybe it's the way you notice homeless and beggars and at least give them smile. Maybe it's the way you allow others to walk before you on public transportations. Maybe it's the way you tease our friends and act as if nothing happens. Maybe it's the way you sing an old-fashioned song over and over again. Maybe it's the way you forbid me to pick wild flowers.

Maybe it's the way you do the things that you do. Or maybe it's the way I care about you and put my attention to you.




29 May 2015

Aku Sungguh Ikut Bahagia Untukmu

Dua bulan lagi, katamu. Tanggal dua puluh empat. Di kota tempat kau lahir dan besar. 

Aku tidak heran ketika kau bertanya darimana aku tahu kabar itu. Insting? Mungkin. Tapi waktu itu aku iseng menyebut MI6, agen rahasia Inggris, dan kau kontan menghubungkannya dengan Johnny English. Ah, aku bahkan sudah lupa kalau kau, selain Jackie Chan, juga menggemari Rowan Atkinson.

Bahkan sejak sebelum aku berangkat, kita sudah jarang bertemu. Banyak yang terjadi, tentu saja. Tapi tentang aku, kau tidak harus tahu, begitu juga sebaliknya. Aku tak pernah lagi membawakanmu oleh-oleh setiap kali bepergian, dan kau tak pernah lagi mengirimkan gambar lucu lewat pesan singkat. Tapi ucapan selamat ulang tahun yang selalu ada menjadi penanda kita berdua masih baik-baik saja. Selalu akan baik-baik saja.

Aku ingat, hari ketika aku memaafkanmu, adalah hari ketika aku memaafkan diriku sendiri. Aku tidak lagi lari. Sejak hari itu langkahku terasa ringan dan memandang ke depan tidak lagi menyedihkan. Bahkan ketika kau tak punya kata-kata untuk memperkenalkan dia, aku bisa mengulurkan tanganku padanya, menyapanya. Kau tahu, pria kelabu, apa yang tidak bisa diubah memang hanya bisa diterima dan penerimaan menjelma kekuatan. 

Dua bulan lagi, tanggal dua puluh empat, di kota tempat kau lahir dan besar. Aku belum pulang untuk menyaksikanmu bertukar janji setia. Lucu sekali, bahkan ketika kita tak lebih dari teman, jarak masih saja tidak bersahabat. 

Tapi, aku yakin pesta kalian akan penuh gelak tawa dan kalian akan jadi pasangan yang bahagia. 

Pria Kelabu, akupun sungguh ikut bahagia untukmu.


24 May 2015

Perkara Memberi Waktu

Katamu dulu, waktu adalah hadiah paling berharga yang dapat diberikan seseorang kepada orang lain. "Karena waktu tidak pernah bisa dikembalikan atau diminta kembali," kau menjelaskan. Lalu setelah itu kau tiba-tiba bertanya, "Kalau begitu, siapa di antara kita yang saat ini memberikan waktunya?"

"Apa maksudmu?" aku balik bertanya sambil memandang camar-camar yang beterbangan di permukaan Thames.

"Maksudku, kita pergi berjalan-jalan seperti ini, hanya berdua. Kira-kira, siapa menemani siapa? Waktu siapa yang diberikan untuk yang lain?"

Aku tersenyum sekilas. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sangat kamu. Pertanyaan yang entah berasal dari mana dan tak jelas mau kemana. "Menurutku kita saling memberikan waktu," jawabku.

"Tidak, tidak, itu jawaban kompromistis," sahutmu. "Tentu saja aku yang memberikan waktuku untukmu, menemanimu berjalan-jalan keliling London seperti ini," lanjutmu penuh keyakinan.

Keningku berkerut. "Aku sudah sering ke London, aku yang menemanimu berjalan-jalan keliling London," seruku.

Kau hanya mengedikkan bahu. 

"Baiklah, baiklah," kataku. "Anggap saja memang kau yang memberikan waktumu. Jadi, terima kasih ya untuk waktunya." 

Kau masih saja mengedikkan bahu, kali ini malah sambil mencibir. "Caramu bilang terima kasih  itu seperti terpaksa."

Mendengar itu, aku membelalakkan mata. "Apa maumu sebenarnya?" tanyaku setengah berteriak.

Dan kau tergelak karena berhasil menggodaku. Sejurus kemudian, kau berlari menghampiri gerombolan camar yang langsung beterbangan dengan ribut saat mendengar langkah kakimu mendekat.

***

Akhir-akhir ini, ketika segala tentang kita adalah tentang menjadi terbiasa, perkara memberikan waktu tidak lagi soal siapa menemani siapa. Karena ternyata memberikan waktu juga adalah memberi kesempatan satu sama lain untuk hanya berdua dengan waktunya sendiri.

Ada yang sedang kau perjuangkan dan kau butuh sendirian. Jadi ketika percakapan tengah malam menjadi begitu jarang, aku tidak menganggapnya kehilangan.

Karena kenyataannya, kau dan waktumu selalu ada. Aku melihatnya dalam pertanyaan 'Kenapa?' yang muncul di layar ponselku, padahal aku sengaja tidak memberitahumu kalau aku sedang mengalami hari yang buruk. Mungkin kau tahu dari seseorang, dan untuk sejenak menyisihkan agendamu. Waktumu menjelma dalam kalimat-kalimat, "Ceritakan padaku...", "Jadi bagaimana rencanamu?, "Kau menangis?", dan "Kemarilah, jangan sendiri ketika bersedih."

Lalu ketika kita bertemu, aku masih menangis. Kau tidak mengusap air mataku, kau bahkan tidak melarangku menangis. Kau hanya meninggalkan berkas-berkasmu, duduk di sofa dan sekali lagi, mendengarkan ceritaku. Kau mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memberikan saran-saran lalu menyuruhku makan. Kau masih menemaniku sampai aku mengantuk dan tidak lagi merasa ingin menangis.

Esoknya ketika aku menempuh perjalanan untuk membereskan masalahku, kau tidak menghujaniku dengan nasehat-nasehat penyemangat. Kau hanya memastikan apakah aku sudah sarapan, dan bertanya jam berapa aku pulang, itupun lewat layanan pesan singkat dalam interval yang panjang-panjang.

Perkara memberi waktu memang bukan lagi soal siapa menemani siapa. Kadang kita memang seperti tidak ada untuk satu sama lain. Apalagi memberikan waktu. Aku masih ingat ketika aku menolak ajakanmu karena harus menyelesaikan banyak hal sebelum deadline. Perkara memberi waktu memang bukan lagi soal siapa menemani siapa. 

Seperti ketika aku sudah sangat lelah dan mengantuk, tapi tiba-tiba ada panggilan masuk darimu. Kau meminta bantuan membereskan sesuatu. Aku mengiyakan, lalu semenit kemudian pesan-pesanmu berdatangan. Aku memaksa otakku berpikir, padahal biasanya kantuk adalah sesuatu yang tidak bisa kutolerir. Ketika semuanya selesai, kau tidak juga merasa lebih tenang, bahkan ketika aku bilang, "Don't worry, everything will be alright." Jadi aku tetap menunda waktu tidurku, mencoba menarikmu keluar dari ketakutan-ketakutanmu sendiri. Entah berapa lama kita bertukar pesan,  sepertinya sampai kantukku hilang. Akhirnya kau bilang kau ingin menangis dan aku hanya bisa berkata, "Tidak apa-apa, menangislah..."

***

Ketika waktu menjadi sesuatu yang sulit dikompromikan, aku tidak menganggapnya kehilangan. Karena ketika waktu sedang bisa diajak bekerjasama, akan selalu ada ajakan melihat sinema atau perjalanan singkat ke taman.

Pada akhirnya, kita dan perkara memberi waktu adalah tentang memberi ruang meskipun rindu dan selalu ada ketika perlu.



18 May 2015

Di Paris dan Di Jakarta

saat itu di Paris, ada penjual mawar di
sudut jalan, senja turun dan lampu-lampu
mulai menyala, ada pengamen
di stasiun metro memainkan canon in d,
dan aku merindu

lalu sekarang, di tengah romantika
jakarta, aku ternyata baik-baik saja,
walaupun tanpa rindu





suatu hari, tiga tahun yang lalu

7 May 2015

What We Talk About When We Talk About Random Things

journeys. cities in faraway
countries. the creation of 
memories and the discovery 
of ourselves.

parents. childhood. 
grown up moments.
the things we used to hate 
but we miss at this moment.
taking a nap or simply being
at home in the afternoon.

newspaper headlines. words
the government said. who win
what in which competition.
things we thought could 
never happen. the sadness of
the world. the fact that we 
are only two tiny organisms 
in the tapestry of the universe.

broken heart. sorrow. 
acceptance. the courage to
look at what forthcoming.

history. old reliques and ancient myths.
tragedy and foolish love stories. tremendous
conquests. ruins.

songs. old tunes and lyrics.
meaning and memories. beats.

falling in love. whether to
do it with close eyes or
open ones. whether to follow 
the heart or listen to the sanity.

forest. the hidden beauty.
the canopy of the trees.
clamorous birds. flowers in 
the side of the roads. fields
and grass and squirrels.

plans. passions. jobs. the
sense of getting older and
responsible. dream house. 
home to be.

random things. what we talk
about when we talk about
random things. anything.
literally anything.




Leicester, Mei 2015

6 May 2015

The Regular Calmnesses

As simple as midnight conversations
As fun as a game for two
It just feels comfortably pleasant
Those regular calmnesses
when the day is about to change




Leicester, Mei 2015