5 Feb 2016

Surat #5: Untuk Seorang Gadis Yang Patah Hati

Ini yang ingin kukatakan padamu:
I've been there. Done that.

Aku tahu bagaimana rasanya memupuk harapan, tidak sehari dua, tapi menahun. Aku tahu bagaimana rasanya menunggu, sampai seakan aku tak lagi bisa merasakan waktu. Aku tahu bagaimana rasanya mengartikan setiap pertanda, bertanya apakah dia juga merasakan hal yang sama.

Tapi aku juga tahu bagaimana rasanya tidak dipilih. 

Sakit.

Sudah kubilang padamu:
I've been there. Done that.

Jadi sekarang, dengarkan nasehatku.

Ini bukan salahnya, ini salahmu. Maaf, aku tidak bisa bicara lebih lembut dari itu. Tapi memang tidak ada gunanya kau melempar semua penyebab rasa sakitmu padanya. Dia bisa saja menggodamu dengan semua rayuan dari seluruh penjuru mata angin, tapi bukan dia yang membuatmu jatuh. Ingatkah, dia tidak pernah berjanji. Kau yang memutuskan untuk jatuh dan hanyut pada dugaanmu. Kau yang memegang kendali hatimu sendiri.

Jadi, terimalah kenyataan dan berhentilah berharap. Dia tidak akan kembali. Kau tidak perlu membuka ponselmu dan membaca pesan-pesan yang pernah dia tulis. Atau, jangan-jangan, kau masih memasang foto kalian berdua disana? Hapus itu. Tidak ada gunanya. Semua kenangan memang manis disimpan, tapi kau tak perlu menggalinya hanya untuk mendapati dirimu sendiri terkubur di dalamnya.

Bangkitlah dari gundukan kenangan dan tinggalkan.

Dulu, itu yang aku lakukan.

Tahukah kau aku memilih tidak mendengar lagu cinta dengan sengaja? Aku juga tidak menyentuh film komedi romantis selama beberapa waktu. Aku berhenti mencari tahu tentang dia, termasuk juga berhenti mengamati akun media sosial gadis yang dia pilih. Lalu, percayakah kamu, aku juga menghapus semua kontaknya, semuanya. Aku tak lagi bisa menjangkaunya. 

Kau terlalu keras pada dirimu sendiri, mungkin itu yang ada di pikiranmu sekarang.

Mungkin benar. Tapi aku sudah membiarkan hatiku menguasai akal sehatku sekian lama. Sekarang saatnya melakukan sebaliknya.

Kukira kau perlu melakukan hal yang sama.

Turutilah nasehatku: tetaplah berjalan, meski hanya untuk sekedar bertahan. Peluklah lukamu dan akrablah dengan pilu, tapi jangan menoleh ke belakang. Tidak ada yang bisa diubah disana. Termasuk keputusannya untuk tidak memilihmu.

Bersabarlah pada dirimu sendiri. Mungkin tidak hari ini, tapi, suatu hari nanti, kau akan menoleh ke belakang dan terheran-heran. Karena apa yang dulu begitu menyiksamu, kini tak lagi. Karena apa yang dulu begitu berarti, kini tak lagi.

No comments:

Post a Comment