11 Oct 2011

Cokelat dan Lemon Soda

Pagi lagi. Jalan macet. Seperti biasa. Sepertinya aku ingin secangkir teh hangat begitu sampai di kantor.

Lalu belakangan ini aku sedang berpikir, kenapa aku tak lagi suka cokelat. Es krim cokelat tak pernah jadi pilihanku. Bahkan chocolate chip dalam biskuit mentega kupisahkan dulu sebelum biskuitnya kumakan. Oke, tidak semua cokelat memang, sepertinya kebencianku pada cokelat hanya parsial. Susu cokelat favoritku tetap akan jadi favoritku. White and dark chocolate juga masih bisa kutolerir. Tapi milk chocolate bar yang meleleh di mulut itu, atau chocolate cake, atau choco chip, atau meises cokelat... Aduh, membayangkannya saja aku mual.


Aneh, kenapa ya? Apa karena cokelat sudah jadi terlalu manis, sementara aku tak lagi terbiasa dengan hal - hal yang manis? Jadi siapa yang harus kusalahkan? Willy Wonka yang tak juga berhasil menemukan resep cokelat tanpa mual sebagai efek samping? Atau hidup? Hidup yang akhir-akhir ini seperti lemon soda?

Tapi aku suka lemon soda. Rasa asam dan sparkling-sparkling yang menusuk itu. Tidakkah kau lihat lemon soda begitu berwarna. Mungkin ia begitu ketus pada awalnya, tapi menjadi nyaman selalu hanya persoalan waktu.

Sepertinya sparkles dalam lemon soda akan jadi temanku makan siang ini. Seperti aku berteman dengan hidup yang akhir-akhir ini juga sedang bertingkah, meloncat-loncat seperti sparkles pada lemon soda.

Ah, tapi lemon soda itu begitu berwarna.

No comments:

Post a Comment