Kurang dari satu jam, saya dan Fia harus meninggalkan Birmingham. Saya kembali ke Leicester dengan kereta, sementara Fia harus mengejar bis antar kota ke London. Disini, bis antar kota itu familiar dengan sebutan coach. Menuju ke halte bis, untuk kesekian kalinya kami melewati sebuah kafe yang menarik. Desainnya mengingatkan saya pada film-film klasik yang menampilkan wanita-wanita dengan rok mengembang. Saya mengajak Fia menghabiskan waktu disana. Nama kafe itu The Shakespeare, dan sepertinya mereka menyajikan fish and chips.
Memasuki The Shakespeare, saya baru sadar kalau apa yang saya kira kafe, ternyata adalah sebuah pub. Botol-botol bir nampak memenuhi etalase. Buat saya, sama sekali tidak masalah. Tapi bagi Fia, gadis berjilbab yang menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah, botol-botol itu agak mengintimidasi. Tapi dia sangat pengertian ketika saya memesan ginger beer. Sementara Fia masih setia dengan cokelat panas kesukaannya.
Bir jahe ini otomatis masuk daftar favorit saya |
Tak lama pesanan kami datang. Fish and chips untuk saya dan macaroni and cheese untuk Fia. Fish and chips saya luar biasa besarnya. Saya sebenarnya sudah kenyang, tapi tinggal di Inggris dan belum makan fish and chips berarti belum sah hukumnya. Saya memang sengaja menunda, karena tentu saja saya tidak ingin sekedar sah. Saya ingin makan fish and chips di tempat yang semestinya, seperti di pub bergaya Victorian ini. Terasa sangat Inggris.
Seperti lazimnya orang Indonesia, sebelum makan kami terlebih dulu mengambil gambar makanan kami. Saya selalu ingat apa kata bos saya dulu, "Sebelum makan itu berdoa, bukannya ambil foto." Tapi, makanan seperti di depan saya ini tidak setiap hari saya temui. Apalagi dengan harganya yang cukup lumayan untuk ukuran kantong saya. Pokoknya, selama bentuknya masih bagus, foto dulu.^^
Ketika saya melihat hasil jepretan Fia di handphone-nya, tidak sengaja saya melihat sebuah pesan masuk. Sebuah ucapan selamat ulang tahun.
"Fia, kamu ulang tahun?" tanya saya spontan.
Fia mengangguk sambil tertawa.
Saya mengucapkan selamat ulang tahun untuknya, dan dia bilang, "Sebenarnya ini alasannya aku ajak kamu ke Birmingham. Aku tidak ingin berulangtahun sendirian di London dan bernyanyi sendiri, 'Happy birthday to me... happy birthday to me...,' seperti Harry Potter."
Saya tertawa mendengar bagian tentang Harry Potter.
Tapi, memang benar, ketika berulang tahun kita seringkali sudah tidak menginginkan banyak. Keinginan kita kadang begitu sederhana, seperti tidak ingin berulang tahun sendirian, tidak ingin merayakan sendirian. Sesederhana seperti ingin berulang tahun dikelilingi teman-teman, walaupun mereka tidak tahu kita sedang berulangtahun. Yang penting kita tidak sendirian.
Ketika kami menyudahi makan siang kami, Fia bilang dia sangat bahagia. Saya menggodanya, berulang tahun di pub memang membahagiakan, sayang dia tidak mau mencoba ginger beer saya. Dan Fia sekali lagi tertawa.
Saya masih ingat ketika di hari-hari pertamanya, Fia tersesat di tube kota London yang rumit. Dia juga sangat tersiksa ketika harus sering berjalan kaki. Saya begitu gemas ingin membawanya backpacking entah kemana, berjalan kaki menikmati sebuah tempat baru. Bertualang. Dan dia setuju untuk pergi ke Birmingham, di tanggal yang dia tentukan.
Sepertinya Fia bahagia karena di ulang tahun ini banyak hal baru yang ia alami. Membuat ittinerary. Mengelilingi kota yang asing dengan mengandalkan google map. Tersesat, tapi menikmati semuanya sampai menemukan jalan yang (sepertinya) benar. Lalu tersesat lagi. Kami begitu menyukai Birmingham. Kota yang terasa hidup namun tidak membuat kami sakit kepala seperti halnya London.
Brindley Park, disini saya dan Fia melewatkan pagi di tepi kanal. |
Sehari sebelumnya, di Birmingham, kami mengunjungi Brindley Park, sebuah kawasan yang terkesan tua dengan kanal dan kapal-kapal kecil yang lalu lalang. Kami juga sempat berfoto di depan Town Hall ketika hari masih pagi, lalu masih punya cukup waktu untuk mampir di Birmingham Museum and Arts Gallery. Di Museum ini Fia membaca setiap keterangan yang ada dengan detail, sementara saya hanya membacanya sambil lalu. Di kota ini pula, kami berencana mengunjungi Birmingham Library, tapi justru berakhir di Starbucks dengan dua gelas cokelat panas. Di kedai kopi itu, saya melihat seorang pria muda duduk sendiri sambil membaca buku, nampak tidak terganggu. Dia tampan. Berulang kali saya bilang pada Fia, saya ingin mendatangi pria muda itu dan membelikannya kopi.
Fia bilang saya gila.
Besoknya saya bilang Fia gila karena dia melewatkan ulang tahunnya di pub.
Sepertinya akan sangat menarik kalau setiap kita berulang tahun, kita melakukan sebuah hal gila. Tidak perlu terlalu ekstrim. Cukup hal-hal yang lucu tapi tidak pernah kita lakukan sebelumnya: pergi ke sebuah tempat asing sendirian, atau membeli bunga untuk diri sendiri, atau ikut marathon yang sedang tren. Atau bisa juga seperti keinginan saya, nongkrong di kedai kopi, lalu secara misterius membelikan kopi untuk seorang pria muda tampan yang duduk membaca sendirian. Mungkin pria muda itu tidak akan pernah tahu kopi itu dari siapa, tapi saya sungguh akan melakukan ini di ulang tahun saya tahun depan.
Leicester, Oktober 2014