29 Mar 2016

Menyayangimu dengan Ketenangan

aku ingin menyayangimu dengan ketenangan menyerupai langit malam. bukan tentang kelam, tapi tentang hening. hening yang teduh. hening yang berhias titik-titik kecil cahaya bintang. yang kadang redup tapi selalu mampu menuntunmu menentukan arah.

karena kekuatan apa pada perempuan yang melebihi ketenangan. yang membuatnya mampu menyimpan perasaan, menguji dugaan, menyingkirkan ketakutan, menahan kemarahan, dan mengulur kesabaran. yang mampu membuatnya memeluk air mata seakan manik mutiara. yang membuatnya mampu berhenti sejenak, membawa hati dan pikirannya ke hadapan surga, dan pada akhirnya menerima. 

karena hanya dengan ketenangan, aku bisa menyayangimu dengan telapak tangan yang terbuka. karena genggaman  erat bukan tentang apakah tanganku akan terluka, tapi tentang sayapmu yang aku ingin tetap utuh dan ada. 

ketenangan adalah milik mereka yang percaya. dan tentang kita, aku terlalu percaya pada pengaturan Semesta.



25 Mar 2016

Aku Menyiapkan Hatiku

Aku menyiapkan hatiku untuk ratusan purnama saat kita tak bisa bersua. Waktu itu rautmu akan serupa bayang-bayang yang setia menemaniku berjalan. Entah kemana nanti kehidupan membawaku pergi.

Karena aku sungguh tak bisa menjawab pertanyaanmu tentang kemana.

“Bisa kemana saja,” jawabku waktu itu.

Mungkin ke tempat orang-orang bermata kecil yang tinggal di antara rumpun-rumpun bambu. Dulu aku suka membaca puisi-puisi yang dikirim dari tempat itu. Puisi-puisi tentang puncak gunung dan sungai mutiara.

Bisa juga ke tempat semarak penuh warna yang orang-orangnya suka menari salsa. Disana matahari bersinar sepanjang tahun seakan setiap hari adalah pesta.

Tapi semoga hidup berbaik hati mengijinkanku kembali pada daun-daun gugur dan rintik hujan yang lembut. Disana ada mimpi masa kecil yang waktu itu aku ceritakan. Tentang kue rempah yang diminum saat minum teh dan pasangan-pasangan yang jatuh cinta.

“Kapan kau berangkat?” tanyamu kemarin. Dan aku masih tidak bisa menjawab. 

Hanya saja, saat ini aku memang sedang menyiapkan hatiku untuk sebuah jarak setelah tangan kita selesai dilambaikan. Mungkin waktu itu aku akan menangis, tapi mungkin juga tidak. Karena kamu yang tidak pernah memintaku tinggal adalah sebuah kebahagiaan.

Berjanjilah padaku, nanti ketika aku akan lenyap ke balik ruang tunggu, sebelum pesawat yang akan membawaku menderu dan berlalu, kamu akan melepasku sambil tersenyum. Waktu itu aku akan membiarkanmu menggengam tanganku, meski aku pasti sedang sibuk menguatkan hati dan langkahku.


Menuju Pertemuan

Gadis itu menyukai waktu-waktu menuju sebuah pertemuan yang ia rindukan. Beberapa hari, beberapa jam, beberapa menit, bahkan beberapa detik sebelumnya. Ia menyukai saat-saat ia melihat jam tangannya dan melihat jarum jam yang sebenarnya berjalan stagnan. Selama ini ia selalu belajar bersahabat dengan waktu, dan saat-saat seperti ini adalah saat-saat ia menggenggamnya lebih erat. 

Pada akhirnya Gadis itu memang memutuskan seirama dengan waktu. Ia memutuskan berjalan bersamanya tanpa harus merasa waktu berjalan terlalu cepat atau terlalu lambat. Ia tahu kadang waktu begitu misterius, tapi ia juga tahu waktu begitu baik. Kadang waktu akan menyembunyikan sebuah hadiah yang tidak ia duga, yang diberikan pada saat yang juga tidak ia duga, membuatnya begitu bahagia. 

Pertemuan nanti salah satunya.

Selama ini Gadis itu hanya berharap pada pertemuan sesaat. Sesaat yang cukup untuk memberi jawaban pada rindu. Tapi waktu berpikiran lain. Ia memberi gadis itu kesempatan. Kesempatan yang panjang untuk berdua bersama yang dia rindukan, merasakan kembali hari yang berjalan pelan, hanya untuk duduk dan bercerita tentang apa saja.

Ia tahu selama ini ia mengambil keputusan yang tepat: tidak membebani waktu dengan tuntutan, tapi justru membiarkan waktu menjalankan apa yang ia rencanakan. Gadis itu pada akhirnya mengenal waktu. Waktu sangat keras kepala. Tidak ada keluhan atau pujian yang bisa membuat waktu mau mengubah kecepatan langkahnya. 

Tapi Semesta memberitahunya sebuah rahasia: bahwa waktu hanya bisa dirangkul dengan penerimaan. Dan menerima, itulah yang selama ini Gadis itu lakukan.



23 Mar 2016

The Surprise


+ Are you alright?

-  No, I'm not. I'm missing you.

Yes, there is always something surprising. This is one of the surprises.



22 Mar 2016

Sayap pada Kakimu. Sayap Pada Punggungku.

Bagaimana aku bisa mengatakan keberatanku pada kepergianmu beberapa bulan lagi? Karena bahkan dimanapun kau berada di negeri ini, ratusan mil dari kota kita saat ini, pada akhirnya aku yang akan membentangkan jarak ribuan mil.

Menjadi kecewa berarti menjadi tidak adil.

Apa bedanya jarak ratusan mil dan ribuan mil? Karena rindu akan sama biru, karena waktu tetap tak mau menunggu. Karena kita, tetap akan merasakan hari-hari pelan berarak, seakan tak bergerak.

Tapi aku tidak akan pernah mengambil sayap pada kakimu, seperti aku tidak ingin kau menahan sayap pada punggungku. Walaupun kau harus pergi ke timur dan aku memilih pergi ke barat. Walaupun timur dan barat seperti dua kutub tanpa pertemuan.

Tapi bukankah jika kau berjalan ke timur dan aku berjalan ke barat, terus seperti itu, justru jarak akan menyusut? Semesta sudah merancang bumi begitu rupa, sehingga perjalanan yang seperti menjauhkan justru menyatukan.

Jadi apa yang kita takutkan? Jarak? Waktu? Sepi? Rindu?

Menanggung beban sayap yang tidak mengepak pasti lebih berat dari semua itu. Beban itu tumbuh tak terlihat di sayap pada kakimu dan sayap pada punggungku ketika terbang tidak menjadi pilihan.

Beban tak tertahan yang bernama penyesalan.

Aku tidak ingin pada akhirnya kita menyesal karena tidak terbang meraih kesempatan.