Kalau saya harus mendeskripsikan masa-masa berseragam putih biru dalam tiga kata, maka saya akan memilih kata-kata ini: buku harian, impian dan Westlife. Di masa ini saya mulai menumbuhkan kebiasaan menulis di buku harian yang sebagian besar isinya adalah tentang mimpi-mimpi. Di masa ini pula saya mengalami fase wajib remaja generasi 90an: menjadi fans boyband yang saat itu sedang trend. Entah kenapa, saya jatuh cinta dengan Westlife. Hampir seluruh dinding kamar saya penuh dengan poster dan pin up mereka, standing image ke-5 personilnya berjajar di atas meja, dan di rak buku, album-albumnya tersusun rapi bersama tumpukan majalah edisi khusus Westlife.
Sudah 14 tahun sejak saya menyanyikan "Swear It Again" di ujian praktek kesenian SMP, tapi tetap saja, kadang saya masih memutar kembali lagu-lagu mereka dan mengenang masa-masa berseragam putih biru. Sekarang saya sedang di Dublin, mendengarkan lagu-lagu Westlife (seperti yang saya inginkan di bucket list no. 10) dan bertanya-tanya dimana kira-kira di kota ini Nicky Byrne tinggal. Ah, tapi tentu saja bertemu Nicky tidak sesederhana pertemuan Jonathan Trager dan Sara Thomas di film 'Serendipity'. Kalau dulu, melihat konser Westlife di Jakarta dari layar RCTI sudah lebih dari cukup, maka dua hari ini, berkeliling kota Dublin membawa perasaan "Nicky juga pernah disini..." rasanya juga sudah lebih dari cukup.