24 Apr 2013

Kota Kelabu

Ke kotamu, aku sempat singgah. 

Dari ketinggian ada mendung menggantung perlahan. Siang itu hujan turun. Aku bukan pembaca pertanda, pria kelabu. Tapi di mataku, kotamu kelabu. Sepertimu.

Aku mencoba mencari melankoli. Mengingat kembali cerita-cerita yang sempat kau bagikan. Dulu. Ketika kisah kita sesederhana hari-hari yang dilewatkan tanpa ketakutan. Ketika menonton jazz jalanan adalah kemewahan. Dan sepiring roti bakar cukup menghangatkan percakapan.


Kota ini udara dalam darahmu. Tempatmu melihat matahari pertama. Tempat mimpimu menemukan benihnya. Tempatmu mengurai arti hari-hari. Tempat mereka yang paling kau cintai. Disini, ada kesedihanmu yang paling sedih dan bahagiamu yang paling bahagia.

Kota ini pernah menjadi tempat yang paling ingin kukunjungi. Seperti kamu yang pernah jadi seseorang yang paling kuingini. Tapi seperti tadi kukatakan, itu melankoli, cuma melankoli. 

Dulu aku pernah menerjemahkan kota ini seperti caramu memaknai : Pulang. Tapi kisah kita berganti muram dan percakapan tak lagi membuahkan tujuan.

Ada yang berubah, pria kelabu. Ke kotamu, aku hanya sekedar singgah.



Medan, 24 April 2013