Ketika aku membuka pintu kamar, kau dan istrimu berdiri berdampingan dengan raut menenangkan. Tidak ku tangkap sedikitpun keheranan di wajahmu meskipun aku berdiri dengan mata sembab dan hidung merah. Kalian masuk bahkan tanpa kupersilakan.
Masih belum ada ucapan apapun?" tanyamu.
Aku menggeleng lesu.
Masih belum ada ucapan apapun?" tanyamu.
Aku menggeleng lesu.
Sekilas aku melihatmu ekspresimu. Kukira aku akan mendengar lagi segala nasehatmu soal lebih baik aku tidak lagi memikirkan dia. Tapi tidak, kau tidak mengatakan apapun. Kau justru mengaduk-aduk ranselmu dan mengeluarkan sesuatu. Sebotol minuman.
"Sangria. Wine Spanyol. Ada temanku datang dari Barcelona pagi ini."
Itu adalah kali pertama aku mendengar tentang Sangria.
Kau dan istrimu tidak menemaniku minum sore itu. Bukan karena tak mau, aku tahu kalian ingin memberi ruang untukku. Sebelum kututup pintu, istrimu memberiku pelukan menenteramkan dan menyalamiku ramah, "Happy Birthday"
Ulang tahun. Hari itu aku ulang tahun. Mungkin karena itu kalian lebih memilih memberiku Sangria dibanding Champagne yang elegan. Botolnya yang cembung di bagian bawah tampak seperti buli-buli minum pendekar mabuk yang dulu sering ku temui di film-film kungfu. Ada keceriaan yang terpancar. Mungkin memang untuk itu Sangria dibuat. Karena pada akhirnya anggur menjadi terlalu sepi, jadi tambahkan apel, citrus dan brandy. Ramuan itu mewarnai Sangria dengan nuansa pesta.
Pesta? Seharusnya hari ini aku memang harus berpesta. Tapi berada beribu mil dari rumah, menghadapi angin dingin hampir setiap hari, kelelahan menghadapi orang asing, kadang yang kau butuhkan hanyalah perasaan diingat. Jadi ketika ada seseorang yang kau anggap istimewa ternyata tidak memberi ucapan apa-apa, meskipun itu karena pertengkaran sehari sebelumnya, tetap saja membuatmu sangat terluka.
Jadi sore itu kulewatkan dengan Sangria. Di katulistiwa sana hari sudah malam. Mungkin ucapan yang tidak ada itu karena lupa, mungkin juga karena sengaja. Tapi sudahlah, belajar menjadi dewasa juga adalah belajar menerima. Saat itu umurku bertambah satu dan di saat yang sama aku belajar berdamai dengan jarak dan waktu. Tidak semua orang cukup tangguh untuk mengalahkan keduanya.
Sampai saat ini, tiap kali aku berulang tahun lagi, aku mengingat Sangria. Juga kenyataan bahwa aku tidak pernah benar-benar sendirian.
*Mengenang musim semi 2011 di Den Haag. Untuk Mas Irfan dan Mba Erit, terima kasih untuk Sangria waktu itu. Semoga sukses dengan Ph.D-nya. Salam untuk kota Bonn.
No comments:
Post a Comment